Kerajaan Perlak
merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia berdasarkan hasil dari kesimpulan Seminar Sejarah Islam di medan pada tahun 1963. Kesimpulan seminar tersebut kemudian dikukuhkan kembali dalam Seminar Sejarah Islam di Banda Aceh tahun 1978. Kemudian dikukuhkan lagi dalam Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara pada tahun 1980 di Banda Aceh. Bukti sejarah adanya masyarakat dan kerajaan Islam pertama dilaporkan oleh Marco Polo dari Venezia yang singgah di Kerajaan Perlak dalam perjalanan pulang ke Italia tahun 1292. Di Perlak, Marco Polo menjumpai adanya penduduk yang telah memeluk Islam dan pedagang Islam dari India Yang menyebarkan agama Islam.
Kerajaan Perlak berdiri tahun 840 M dengan rajanya yang pertama, Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah. Sebelumnya, memang sudah ada Negeri Perlak yang pemimpinnya merupakan keturunan dari Meurah Perlak Syahir Nuwi atau Maharaja Pho He La. Pada tahun 840 ini, datanglah rombongan berjumlah 100 orang yang dipimpin oleh Nakhoda Khalifah. Tujuan mereka adalah berdagang sekaligus berdakwah menyebarkan agama Islam di Perlak. Pemimpin dan para penduduk Negeri Perlak pun akhirnya meninggalkan agama lama mereka untuk berpindah ke agama Islam. Selanjutnya, salah satu anak buah Nakhoda Khalifah, Ali bin Muhammad bin Ja`far Shadiq dinikahkan dengan Makhdum Tansyuri, adik dari Syahir Nuwi. Dari perkawinan mereka inilah lahir kemudian Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah, Sultan pertama Kerjaan Perlak. Sultan kemudian mengubah ibukota Kerajaan, yang semula bernama Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah, sebagai penghargaan atas Nakhoda Khalifah. Sultan dan istrinya, Putri Meurah Mahdum Khudawi, dimakamkan di Paya Meuligo, Perlak, Aceh Timur.
Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah merupakan sultan yang beralirah paham Syiah. Aliran Syi’ah datang ke Indonesia melalui para pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia. Mereka masuk pertama kali melalui Kesultanan Perlak dengan dukungan penuh dari dinasti Fatimiah di Mesir. Ketika dinasti ini runtuh pada tahun 1268, hubungan antara kelompok Syi’ah di pantai Sumatera dengan kelompok Syi’ah di Mesir mulai terputus. Kondisi ini menyebabkan konstelasi politik Mesir berubah haluan. Dinasti Mamaluk memerintahkan pasukan yang dipimpin oleh Syaikh Ismail untuk pergi ke pantai timur Sumatra dengan tujuan utamanya adalah melenyapkan pengikut Syi’ah di Kesultanan Perlak dan Kerajaan Samudera Pasai. (AcehPedia.com)
Pada masa pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah, aliran Sunni mulai masuk ke Perlak. Setelah wafatnya sultan pada tahun 363 H (913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni sehingga selama dua tahun berikutnya tak ada sultan. Kaum Syiah memenangkan perang dan pada tahun 302 H (915 M), Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah naik tahta. Pada akhir pemerintahannya terjadi lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang kali ini dimenangkan oleh kaum Sunni sehingga sultan-sultan berikutnya diambil dari golongan Sunni.
Pada tahun 362 H (956 M), setelah meninggalnya sultan ketujuh, Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi lagi pergolakan selama kurang lebih empat tahun antara Syiah dan Sunni yang diakhiri dengan perdamaian dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian. Bagian pertama, Perlak Pesisir (Syiah), dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988). Bagian kedua, Perlak Pedalaman (Sunni), dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023). (Wikipedia.com)
Kedua kepemimpinan tersebut bersatu kembali ketika salah satu dari pemimpin kedua wilayah tersebut, yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal. Ia meninggal ketika Perlak berhasil dikalahkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Kondisi perang inilah yang membangkitkan semangat bersatunya kembali kepemimpinan dalam Kesultanan Perlak. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat, yang awalnya hanya menguasai Perlak Pedalaman kemudian ditetapkan sebagai Sultan ke-8 pada Kesultanan Perlak. Ia melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006.
Sultan Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negeri-negeri tetangga. Ia menikahkan dua orang puterinya dengan para pemimpin kerajaan tetangga. Putri Ratna Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara) dan Putri Ganggang dinikahkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, al-Malik al-Saleh. Kesultanan Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat meninggal pada tahun 1292. Kesultanan Perlak kemudian menyatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah kekuasaan sultan Samudera Pasai yang memerintah pada saat itu, Sultan Muhammad Malik Al Zahir yang juga merupakan putera dari al-Malik al-Saleh.
Kerajaan Perlak merupakan negeri yang terkenal sebagai penghasil kayu Perlak, yaitu kayu yang berkualitas bagus untuk kapal. Tak heran kalau para pedagang dari Gujarat, Arab dan India tertarik untuk datang ke sini. Pada awal abad ke-8, Kerajaan Perlak berkembang sebagai bandar niaga yang amat maju. Kondisi ini membuat maraknya perkawinan campuran antara para saudagar muslim dengan penduduk setempat. Efeknya adalah perkembangan Islam yang pesat dan pada akhirnya munculnya Kerajaan Islam Perlak sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia.
merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia berdasarkan hasil dari kesimpulan Seminar Sejarah Islam di medan pada tahun 1963. Kesimpulan seminar tersebut kemudian dikukuhkan kembali dalam Seminar Sejarah Islam di Banda Aceh tahun 1978. Kemudian dikukuhkan lagi dalam Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara pada tahun 1980 di Banda Aceh. Bukti sejarah adanya masyarakat dan kerajaan Islam pertama dilaporkan oleh Marco Polo dari Venezia yang singgah di Kerajaan Perlak dalam perjalanan pulang ke Italia tahun 1292. Di Perlak, Marco Polo menjumpai adanya penduduk yang telah memeluk Islam dan pedagang Islam dari India Yang menyebarkan agama Islam.
A. Sejarah Kerajaan Perlak
Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah merupakan sultan yang beralirah paham Syiah. Aliran Syi’ah datang ke Indonesia melalui para pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia. Mereka masuk pertama kali melalui Kesultanan Perlak dengan dukungan penuh dari dinasti Fatimiah di Mesir. Ketika dinasti ini runtuh pada tahun 1268, hubungan antara kelompok Syi’ah di pantai Sumatera dengan kelompok Syi’ah di Mesir mulai terputus. Kondisi ini menyebabkan konstelasi politik Mesir berubah haluan. Dinasti Mamaluk memerintahkan pasukan yang dipimpin oleh Syaikh Ismail untuk pergi ke pantai timur Sumatra dengan tujuan utamanya adalah melenyapkan pengikut Syi’ah di Kesultanan Perlak dan Kerajaan Samudera Pasai. (AcehPedia.com)
Pada masa pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah, aliran Sunni mulai masuk ke Perlak. Setelah wafatnya sultan pada tahun 363 H (913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni sehingga selama dua tahun berikutnya tak ada sultan. Kaum Syiah memenangkan perang dan pada tahun 302 H (915 M), Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah naik tahta. Pada akhir pemerintahannya terjadi lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang kali ini dimenangkan oleh kaum Sunni sehingga sultan-sultan berikutnya diambil dari golongan Sunni.
Pada tahun 362 H (956 M), setelah meninggalnya sultan ketujuh, Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi lagi pergolakan selama kurang lebih empat tahun antara Syiah dan Sunni yang diakhiri dengan perdamaian dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian. Bagian pertama, Perlak Pesisir (Syiah), dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988). Bagian kedua, Perlak Pedalaman (Sunni), dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023). (Wikipedia.com)
Kedua kepemimpinan tersebut bersatu kembali ketika salah satu dari pemimpin kedua wilayah tersebut, yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal. Ia meninggal ketika Perlak berhasil dikalahkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Kondisi perang inilah yang membangkitkan semangat bersatunya kembali kepemimpinan dalam Kesultanan Perlak. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat, yang awalnya hanya menguasai Perlak Pedalaman kemudian ditetapkan sebagai Sultan ke-8 pada Kesultanan Perlak. Ia melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006.
Sultan Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negeri-negeri tetangga. Ia menikahkan dua orang puterinya dengan para pemimpin kerajaan tetangga. Putri Ratna Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara) dan Putri Ganggang dinikahkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, al-Malik al-Saleh. Kesultanan Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat meninggal pada tahun 1292. Kesultanan Perlak kemudian menyatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah kekuasaan sultan Samudera Pasai yang memerintah pada saat itu, Sultan Muhammad Malik Al Zahir yang juga merupakan putera dari al-Malik al-Saleh.
Kerajaan Perlak merupakan negeri yang terkenal sebagai penghasil kayu Perlak, yaitu kayu yang berkualitas bagus untuk kapal. Tak heran kalau para pedagang dari Gujarat, Arab dan India tertarik untuk datang ke sini. Pada awal abad ke-8, Kerajaan Perlak berkembang sebagai bandar niaga yang amat maju. Kondisi ini membuat maraknya perkawinan campuran antara para saudagar muslim dengan penduduk setempat. Efeknya adalah perkembangan Islam yang pesat dan pada akhirnya munculnya Kerajaan Islam Perlak sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia.
B. Sumber-Sumber dan Bukti Sejarah
1. Sumber Sejarah Kerajaan Perlak
adalah naskah –naskah berbahasa Melayu dan bukti peninggalan sejarah, seperti:
a. Idharatul Haq fi Mamlakatil Ferlah wal Fasi, karangan buku Abu Ishak Makarani Al Fasy.
b. Kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sultan As Salathin, karangan Syekh Syamsul Bahri Abdullah As Asyi.
c. Silsilah Raja-raja perlak dan Pasai, catatan Saiyid Abdullah Ibn Saiyid Habib Saifuddin.
2. Bukti Sejarah Kerajaan Perlak
a. Mata Uang Perlak
Pada sebuah sisi uang tersebut tertulis ”al A’la” sedang pada sisi yang lain tertulis ”Sulthan”. Dimungkinkan yang dimaksud dalam tulisan dari kedua sisi mata uang itu adalah Putri Nurul A’la yang menjadi Perdana Menteri pada masa Sulthan Makhdum Alaidin Ahmad Syah Jauhan Berdaulat yang memerintah Perlak tahun 501-527 H (1108 – 1134 M).
ii. Mata uang perak (kupang)
Pada satu sisi mata uang Perak ini tertulis ”Dhuribat Mursyidam”, dan pada sisi yang tertuliskan ”Syah Alam Barinsyah”. Kemungkinan yang dimaksud dalam tulisan kedua sisi mata uang itu adalah Puteri Mahkota Sultan Makhdum Alaidin Abdul Jalil Syah Jouhan Berdaulat, yang memerintah tahun 592 – 622 H (199 – 1225 M). Puteri mahkota ini memerintah Perlak karena ayahnya sakit. Ia memerintah dibantu adiknya yang bernama Abdul Aziz Syah.
iii. Mata uang tembaga (kuningan)
Bertuliskan huruf Arab tetapi belum dapat dibaca. Adanya mata uang yang ditemukan ini menunjukkan bahwa Kerajaan Perlak merupakan sebuah kerajaan yang telah maju.
b. Stempel Kerajaan
Stempel kerajaan ini bertuliskan huruf Arab, model tulisan tenggelam yang membentuk kalimat ”Al Wasiq Billah Kerajaan Negeri Bendahara Sanah 512”. Kerajaan Negeri Bendahara adalah menjadi bagian dari Kerajaan Perlak.
c. Makam Raja-Raja Benoa
Bukti lain yang memperkuat keberadaan Kerajaan Perlak adalah makam dari salah raja Benoa di tepi Sungai Trenggulon. Batu nisan makan tersebut bertuliskan huruf Arab. Berdasarkan penelitian Dr. Hassan Ambari, nisan makam tersebut dibuat pada sekitar abad ke-4 H atau abad ke-11 M. Berdasarkan catatan Idharul Haq fi Mamlakatil Ferlah wal Fasi, benoa adalah negara bagian dari Kerajaan Perlak.
C. Letak kerajaan
C. Letak kerajaan
D. Daftar Raja-Raja Kerajaan Perlak
Raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Perlak dari berbagai catatan adalah sebagai berikut:
1. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840 – 864)
2. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864 – 888)
3. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888 – 913)
4. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915 – 918)
5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928 – 932)
6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (932 – 956)
7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956 – 983)
8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023)
9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023 – 1059)
10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059 – 1078)
11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078 – 1109)
12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109 – 1135)
13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135 – 1160)
14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160 – 1173)
15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1173 – 1200)
16. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200 – 1230)
17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (1230 – 1267)
18. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267 – 1292)
No comments:
Post a Comment